Seorang manajer yang bekerja di sebuah perusahaan baru, kedatangan
seorang Karyawati di ruang kerjanya. Ia menyampaikan masalah yang dihadapinya
berkenaan hubungan kerja dengan beberapa orang yang tidak harmonis. Ia menilai
mereka tidak menyukai dirinya dan seringkali mereka mencibir atau menunjukkan
rasa ketidaksukaan mereka.
“Entah kenapa,
saya tidak tahu sebabnya, Pak”, katanya kebingungan. “Saya
sudah berusaha mengoreksi diri, barangkali saya banyak salah, saya kan juga
manusia Pak, yang tidak luput dari kesalahan”, sambungnya. “Apa yang harus saya lakukan Pak, menghadapi
masalah ini?”, katanya memohon petunjuk.
Sang Manajer menyarankan kepada Karyawati tersebut untuk
belajar memberi senyum yang tulus kepada mereka yang tidak menyukainya.
Ternyata saran yang ditawarkan ditolak dengan cukup
sengit. “Pak, saya kan punya harga diri,
masak saya harus memberi senyum terus sementara sikap mereka tidak pernah baik
kepada saya!”, serunya dengan penuh emosi.
“Maafkan saya! ada
dua hal yang menurut saya, kenapa Anda sulit memberikan senyuman kepada
mereka”, kata
manajer mengevaluasi.
“Yang pertama,
Anda sulit memberikan senyuman karena Anda mengharapkan kembali senyuman dari
mereka. Dan yang kedua, karena Anda tidak bersedia memaafkan mereka.”
Apabila Anda
memahami dua hal itu, sebenarnya memberi senyuman kepada mereka bukanlah
pekerjaan yang sulit, sebab sesungguhnya senyum itu bisa membawa kebaikan.
”Mungkin saat ini Anda belum bisa menerima saran saya, tapi coba pikirkan dan renungkan demi hubungan baik Anda di masa depan”, kata sang manajer mengakhiri pembicaraan.
Beberapa hari setelah pembicaraan tersebut, Karyawati
tersebut datang kembali ke ruang kerjanya dengan senyum yang sangat baik dan
sang manajer bisa merasakan kemenangan yang diraih karyawati tersebut.
“Selamat siang
Pak!”,
sapanya mantap setelah mengetuk pintu dua kali. “Selamat siang, bagaimana kabar Anda?”, balas sang manajer.
“Baik Pak,
terima kasih. Ijinkan saya mengganggu waktu Bapak sebentar”, pintanya. “Oh, silakan masuk!”, sang manajer
mempersilakan duduk.
“Ada yang bisa
saya bantu?”, tanyanya melanjutkan.
“Maaf sebelumnya
Pak, atas kejadian beberapa hari lalu, saya yakin Bapak bisa menangkap isyarat
ketidaksetujuan saya dengan pendapat Bapak tentang senyuman yang kita bahas
itu. Sekali lagi maafkan saya, Pak.”, katanya memohon.
“Oh, tidak
apa-apa, saya sangat maklum, karena memang tidak mudah melakukannya, diperlukan
waktu untuk memahaminya dan saya bisa menarik kesimpulan bahwa kedatangan Anda
saat ini pasti akan menyampaikan berita kemenangan Anda, bukan?!”, sang manajer mencoba
menebak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar