Selasa, 07 Februari 2012

KELEGAAN


Seorang manajer yang bekerja di sebuah perusahaan baru, kedatangan seorang Karyawati di ruang kerjanya. Ia menyampaikan masalah yang dihadapinya berkenaan hubungan kerja dengan beberapa orang yang tidak harmonis. Ia menilai mereka tidak menyukai dirinya dan seringkali mereka mencibir atau menunjukkan rasa ketidaksukaan mereka.

“Entah kenapa, saya tidak tahu sebabnya, Pak”, katanya kebingungan. “Saya sudah berusaha mengoreksi diri, barangkali saya banyak salah, saya kan juga manusia Pak, yang tidak luput dari kesalahan”, sambungnya. “Apa yang harus saya lakukan Pak, menghadapi masalah ini?”, katanya memohon petunjuk.

Sang Manajer menyarankan kepada Karyawati tersebut untuk belajar memberi senyum yang tulus kepada mereka yang tidak menyukainya.

Ternyata saran yang ditawarkan ditolak dengan cukup sengit. “Pak, saya kan punya harga diri, masak saya harus memberi senyum terus sementara sikap mereka tidak pernah baik kepada saya!”, serunya dengan penuh emosi.

“Maafkan saya! ada dua hal yang menurut saya, kenapa Anda sulit memberikan senyuman kepada mereka”, kata manajer mengevaluasi.

“Yang pertama, Anda sulit memberikan senyuman karena Anda mengharapkan kembali senyuman dari mereka. Dan yang kedua, karena Anda tidak bersedia memaafkan mereka.”

Apabila Anda memahami dua hal itu, sebenarnya memberi senyuman kepada mereka bukanlah pekerjaan yang sulit, sebab sesungguhnya senyum itu bisa membawa kebaikan.

”Mungkin saat ini Anda belum bisa menerima saran saya, tapi coba pikirkan dan renungkan demi hubungan baik Anda di masa depan”, kata sang manajer mengakhiri pembicaraan.

Beberapa hari setelah pembicaraan tersebut, Karyawati tersebut datang kembali ke ruang kerjanya dengan senyum yang sangat baik dan sang manajer bisa merasakan kemenangan yang diraih karyawati tersebut.

“Selamat siang Pak!”, sapanya mantap setelah mengetuk pintu dua kali. “Selamat siang, bagaimana kabar Anda?”, balas sang manajer.
“Baik Pak, terima kasih. Ijinkan saya mengganggu waktu Bapak sebentar”, pintanya. “Oh, silakan masuk!”, sang manajer mempersilakan duduk.
“Ada yang bisa saya bantu?”, tanyanya melanjutkan.
“Maaf sebelumnya Pak, atas kejadian beberapa hari lalu, saya yakin Bapak bisa menangkap isyarat ketidaksetujuan saya dengan pendapat Bapak tentang senyuman yang kita bahas itu. Sekali lagi maafkan saya, Pak.”, katanya memohon.

“Oh, tidak apa-apa, saya sangat maklum, karena memang tidak mudah melakukannya, diperlukan waktu untuk memahaminya dan saya bisa menarik kesimpulan bahwa kedatangan Anda saat ini pasti akan menyampaikan berita kemenangan Anda, bukan?!”, sang manajer mencoba menebak.

“Betul Pak, saya sangat berterima kasih atas saran Bapak, meskipun pada awalnya saya sulit menerima. Setelah saya renungkan, lalu saya mencoba mempraktekkannya setiap bertemu dengan mereka yang menyakiti perasaaan saya, dan hasilnya luar biasa; saya bisa tersenyum kepada mereka dan mampu menyapa mereka dengan "Halo...". Ternyata senyum saya telah menggerakkan dan membukakan pintu hati saya untuk mampu memaafkan dan bersikap baik. Dan “kelegaan” lah sebagai imbalan yang saya peroleh dari sebuah senyum, saya merasa lebih tenang, nyaman dan yang luar biasa adalah tidak ada lagi beban sedikit pun yang saya rasakan, meskipun mereka tidak membalasnya dengan senyuman pula.”

Tidak ada komentar: