Jumat, 10 Juli 2009
Jumat, 22 Mei 2009
SANG IDOLA
Ibarat penonton sepakbola, rakyat paling tahu kemana seharusnya bola ditendang untuk memuaskan dahaga emosionalnya. Rakyat paling merasakan kegetiran, bila tidak tercipta goal. Betapa tidak? Coba bayangkan! Berapa banyak rakyat sudah berkorban demi janji ‘sang idola’ yang tak kunjung mampu menciptakan goal? Sang idola hanya mampu membuat ‘peluang-peluang’ melulu. Fenomena ini pasti sangat menyesakkan dada, bukan? Belum lagi bila tingkah polahnya dalam bermain yang tidak bisa menghormati pemain lawan; menghalalkan segala cara dalam bertindak untuk sebuah ‘kemenangan’ semu, demi pembenaran diri sang idola semata. Pastilah tindakan tersebut akan menghasut penonton yang akan membuat mereka bertindak anarkis.
Wahai penonton, mari kita siapkan dan jaga diri kita untuk pertandingan akbar di negeri ini. Janganlah mudah terjerat keindahan fisik semata, tapi pilihlah pemain yang seperti Mario Kempes, idolaku. Yang bermain sangat elegant demi ‘fair play’ yang sesungguhnya. Sekali pun tak tercipta goal, jiwa kita akan sedikit terpuaskan oleh permainan yang cantik, bersih dan menghibur. Sejauh bola masih bundar, kita masih akan bisa menikmati permainan berikutnya dengan semangat dan harapan baru.
Semoga dalam pertandingan yang akan kita ikuti nanti akan tercipta goal yang sangat indah, yang akan membawa kita semua menjadi ‘masyarakat sejahtera.’
Semoga Tuhan berkenan!
Jumat, 07 November 2008
BERHARAP KEPADA DEMOKRASI
Hampir dapat dipastikan perhatian seluruh dunia akhir-akhir ini tersedot ke Amerika, karena ada pesta demokrasi terbesar di dunia, yakni Pemilihan Presiden. Fenomena ini sangat menarik, sebab siapa pun yang terpilih sebagai presidennya, bakal dikultuskan sebagai presiden bagi seluruh dunia. Mengapa demikian? Karena kebijakannya akan sangat mempengaruhi dinamika politik dan ekonomi dunia.
Perebutan presiden Amerika kali ini begitu fenomenal, mengingat Amerika sedang dilanda krisis keuangan yang sangat besar yang gelombangnya mengimbas pada negara-negara lain. Rakyat Amerika menginginkan segera terjadi perubahan, agar mereka cepat keluar dari krisis finansial tersebut. Demikian juga negara-negara lain yang menjalin relasi bisnis dengan negara adidaya tersebut, sangat berharap terjadinya perubahan itu segera supaya penderitaan ekonomi global tidak berlangsung lama.
Sehari sebelum pemungutan suara di Amerika Serikat, di Jawa Timur tanggal 4 Nopember 2008 dilaksanakan pesta PILKADA putaran kedua untuk memilih Gubernur baru. Yang menarik bagi saya bukanlah siapa yang menang dan berhak memimpin, tapi seberapa besar yang tidak memanfaatkan hak Pilihnya. Dan, hasil penghitungan cepat (quick count) warga yang tidak menggunakan Hak Pilihnya alias GOLPUT versi Lingkaran Survei Indonesia adalah 46%, sedangkan versi Lembaga Survei Indonesia mencatat sebesar 45,56%. Sedangkan di Amerika, warga yang tidak menggunakan Hak Pilihnya hanya mencapai 10%.
Jika rakyat Amerika sangat antusias memanfaatkan kesempatan memilih pemimpinnya, tapi mengapa PILGUB di Jawa Timur terjadi sebaliknya? Mengapa terjadi perbedaan yang sedemikian jauh?
Beberapa perusahaan di Jawa Timur sengaja meliburkan karyawannya untuk memberikan kesempatan kepada mereka dalam menyalurkan aspirasinya untuk memilih Gubernur yang baru. Namun, kenyataan di lapangan adalah kebanyakan dari mereka tidak memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menggunakan Hak Pilihnya. Sebagai buruh urban, mereka tidak punya anggaran belanja untuk ongkos pulang ke daerah, apalagi mereka kehilangan uang makan karena perusahaan diliburkan. Mereka memilih untuk tetap tinggal di kota adalah pilihan yang realistis. Kisah diatas adalah satu diantara sekian banyak fenomena yang terjadi di masyarakat kita.
Jika setiap orang mengharapkan terjadinya perubahan untuk kesejahteraan hidupnya, bukankah memilih pemimpin baru adalah sebuah cara mewujudkan harapan?
Harapan adalah impian tentang masa depan, yang selalu dinyanyikan dalam kampaye. Tapi, untuk siapakah sebenarnya lagu tersebut dinyanyikan? Apakah benar untuk rakyat?