Jumat, 22 Mei 2009

SANG IDOLA

Ketika aku masih SMP, di tahun 1978 ada sosok yang sangat mempesona dunia, setidaknya bagi diriku. Tugas stricker dalam permainan sepakbola adalah memasukkan bola ke gawang lawan. Tugas yang tidak mudah untuk dilakukan. Kepiawaian idolaku dalam menggiring bola dengan cepat sembari meliuk-liukkan badannya menghindari sergapan lawan dengan ketenangan bak biarawan dari Tibet menjadi atraksi yang sangat memukauku. Maka, pasti tidak perlu diragukan lagi bila kakinya seringkali menjadi sasaran incaran tebasan pemain belakang lawan.
Ia begitu mempesonaku bukan hanya kepiawaiannya mengolah bola dan menceploskannya ke gawang lawan saja, tapi aksinya ketika ditebas lawan dan terjatuh itulah menjadi moment yang sangat membiusku. Aku tak pernah melihatnya marah seperti kebanyakan pemain bola lainnya yang kerap meminta sang juru adil untuk mengganjar lawan mainnya yang telah mencuranginya dengan kartu kuning atau kartu merah. Idolaku sangat tenang, paling-paling ekspresinya hanya mengangkat bahu dan tangannya sambil dihiasi segaris senyum dibibirnya. Ekspresi yang meneduhkan dalam sebuah pertandingan yang ketat adalah langka dan sangat luar biasa menurutku. Ia mengajarkanku tentang arti sebuah “sikap”. Ia adalah Mario Kempes – sang superstar bola dari Argentina.
Tidak mudah bagi kita untuk tetap bisa tersenyum ketika kita jatuh, apalagi dijatuhkan. Mario Kempes memilih sikap positif; ia pasti tahu betul bahwa bermain bola ada resiko untuk dijatuhkan lawan. Namun, ia melawannya dengan keteduhan, kesabaran, ketenangan dan yang khas adalah senyumnya yang menyejukkan.
Seringkali kita bersungut-sungut bahkan meledakkan amarah ketika kita terjatuh atau dijatuhkan oleh orang lain. Semakin kita hanyut dalam sikap negatif ini; kita akan kehilangan keseimbangan dan kehilangan energi untuk bisa bangkit dan berlari lagi mengejar bola sukses kita.
Kita bisa memilih sikap yang akan kita bawa dalam perjalanan hidup kita. Sikap menjadi hal penting dalam hidup kita. Sebab diperlukan untuk melihat kedalaman diri kita sendiri; nilai apa yang ada didalam sikap dan perbuatan kita dalam sebuah pertandingan. Setiap pertandingan pasti selalu memisahkan kelompok atau kubu-kubu. Namun, memisahkan bukan berarti saling meniadakan, justru saling mempersatukan agar bisa bermain bersama lagi. Alangkah indahnya sebuah pertandingan, jika kita mengerti dan memahami maknanya untuk dilaksanakan. Bukan sekedar retorika belaka.
Sebentar lagi pertandingan kolosal –Pilpres- di negeri kita tercinta akan segera digelar. Calon Presiden dan Wakilnya sudah muncul sebagai para pihak yang akan maju dalam pertandingan. Mereka diusung oleh kekuatan-kekuatan –nampaknya-- hebat negeri ini. Apakah sejatinya benar-benar hebat untuk rakyat?

Ibarat penonton sepakbola, rakyat paling tahu kemana seharusnya bola ditendang untuk memuaskan dahaga emosionalnya. Rakyat paling merasakan kegetiran, bila tidak tercipta goal. Betapa tidak? Coba bayangkan! Berapa banyak rakyat sudah berkorban demi janji ‘sang idola’ yang tak kunjung mampu menciptakan goal? Sang idola hanya mampu membuat ‘peluang-peluang’ melulu. Fenomena ini pasti sangat menyesakkan dada, bukan? Belum lagi bila tingkah polahnya dalam bermain yang tidak bisa menghormati pemain lawan; menghalalkan segala cara dalam bertindak untuk sebuah ‘kemenangan’ semu, demi pembenaran diri sang idola semata. Pastilah tindakan tersebut akan menghasut penonton yang akan membuat mereka bertindak anarkis.

Wahai penonton, mari kita siapkan dan jaga diri kita untuk pertandingan akbar di negeri ini. Janganlah mudah terjerat keindahan fisik semata, tapi pilihlah pemain yang seperti Mario Kempes, idolaku. Yang bermain sangat elegant demi ‘fair play’ yang sesungguhnya. Sekali pun tak tercipta goal, jiwa kita akan sedikit terpuaskan oleh permainan yang cantik, bersih dan menghibur. Sejauh bola masih bundar, kita masih akan bisa menikmati permainan berikutnya dengan semangat dan harapan baru.

Semoga dalam pertandingan yang akan kita ikuti nanti akan tercipta goal yang sangat indah, yang akan membawa kita semua menjadi ‘masyarakat sejahtera.’

Semoga Tuhan berkenan!

Tidak ada komentar: