“Senyum adalah perhiasan batin yang dapat membantu mengindahkan perhiasan lahir yang tidak sempurna.”
Terjadi kesalahkaprahan di masyarakat tanpa mengindahkan pertimbangan yang dalam untuk mendifinisikan arti “cantik/tampan” dalam menilai penampilan seseorang. Padahal sesungguhnya, sesuatu yang baik bagi diri kita belum tentu baik bagi orang lain, termasuk ukuran atau kriteria standar mengenai penampilan seseorang, yang mana pandangan mereka menganggap bentuk tertentu adalah “cantik/tampan”.
Mereka merumuskan, bahwa orang “cantik/tampan” haruslah mempunyai hidung yang mancung; mata yang besar, lebar dan jernih; bibir dengan ketebalan tertentu dianggap lebih sensual; kulitnya harus putih bersih; tubuhnya harus ramping langsing/atletis; rambutnya harus lurus.
Anggapan bahwa “cantik/tampan” adalah sesuatu yang sempurna, lalu membuat banyak orang – diseluruh dunia - berusaha untuk memiliki bentuk-bentuk tersebut.
Perkembangan dunia kedokteran yang semakin canggih, operasi plastik adalah alternatif tercepat untuk memenuhi harapan tersebut. Klinik kecantikan tumbuh dan berkembang dimana-mana untuk memuaskan keinginan sesaat, namun standar kecantikan/ketampanan fisik yang demikian akan memudar seiring bertambahnya usia seseorang, tapi tidak demikian dengan “senyum”, ia tidak akan pernah pudar (perhatikan gambar seorang nenek yang sedang tersenyum dibawah ini).
Bibir dan mata merupakan pusat perhatian pertama dari ekspresi wajah, yang mana “senyum” sebagai pemicunya. Dan menurut seorang pakar, “kesan yang baik” yang ditampilkan seseorang hanya memerlukan waktu 2 (dua) detik untuk menyimpulkan keramahannya.
Namun, kesederhaan senyum ternyata tidak sesederhana “ungkapan kata”nya untuk memaknainya. Dan berikut ini adalah kisah-kisah tentang terbentuknya senyuman.
Ikutilah kisah-kisah sederhana pada posting berikutnya, guna memahami berbagai macam “senyum”. Silakan menyimak dan memaknainya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar