Rabu, 17 November 2010

Bencana

Setiap terjadi bencana,
banyak orang beranggapan,
bahwa itu kehendak TUHAN,
untuk menghukum manusia,
yang telah menyimpang dari kehendak-NYA.

Anggapan yang demikian,
telah tertanam sejak dahulu kala,
semisal yang dikisahkan,
dalam pemusnahan Sodom-Gomora.

Andaikan kisah Sodom-Gomora itu nyata,
bukan sekedar legenda,
dimana kala itu,
tak ada lagi keutamaan dari manusia,
sehingga layak dimusnahkan.

Mungkin jalan pemusnahan itu belum menggugurkan,
akan sifat ALLAH yang katanya Maha Mencintai,
atau masih dapat dipahami,
karena petaka yang DIA jatuhkan,
semata untuk pelajaran dan pengingatan,
bagi manusia di kemudian.

Namun nyatanya,
di luar kisah Sodom-Gomora,
telah pula terjadi banyak bencana,
juga pada hari-hari ini,
bahkan mungkin pada hari-hari mendatang,
dengan jumlah korban tidak terbilang,
yang tak hanya menimpa orang-orang yang buruk-perangai,
tetapi juga orang-orang yang baik budi dan pekerti.

Mungkinkah penglihatan ALLAH telah kabur,
orang baik dan buruk dicampur-campur,
termasuk anak-anak dan bayi-bayi,
yang tentunya belum boleh ditakar dan diukur,
untuk turut membayar denda?

Tidakkah manusia menyadari,
jika anggapan yang menuduh-NYA itu terus dipertahankan,
bahwa setiap bencana berasal dari TUHAN,
maka mereka takkan pernah mendapat kemajuan,
dalam menghadapi setiap bencana yang terjadi,
selalu tak tahu apa yang mesti dilakukan,
selain pasrah menggantungkan dirinya,
kepada nasib …..?
Atau manusia tak pernah mengerti,
mengapa bencana terjadi,
jangan-jangan dalam hatinya terbersit pertanyaan,
tanda keraguan,
benarkah TUHAN itu baik, pengampun, dan penyayang?

Jika saja manusia mau berpikir,
dan meneropong dengan nurani,
rasanya tak sulit memperoleh jawab,
bahwa ada dua sumber penyebab,
ketika suatu bencana datang meng-azab.

OLAH MANUSIA PENYEBAB BENCANA PERTAMA:
Tersebab manusia yang memanjakan keserakahannya,
yang dengan jalan mudah dan murah,
ingin meraup hasil melimpah,
mereka mengeksploitasi alam semena-mena,
material tambang di perut bumi dikeruk dengan kemaruk,
lalu dengan teganya,
bumi yang terkoyak menganga ditinggalkan tanpa membalutnya,
atau tanpa menyelimutinya dengan tanaman sebagai penambal luka.

Hutan-hutan yang semula meluas menyelimuti ngarai dan lembah-lembah,
yang semula bertengger menyelimuti perbukitan,
dan punggung-punggung gunung,
yang memberinya kesejukan,
keindahan,
sumber air jernih berkesinambungan,
juga bahan-bahan lain yang amat bermanfaat,
untuk mendukung kehidupan manusia,
semua dibabat dijarah-rayah,
diperebutkan seperti barang gratisan,
demi memperoleh keuntungan besar namun sesaat.
Maka ngarai dan lembah-lembah subur berubah gersang,
lereng gunung dan perbukitan gundul telanjang.

Sementara manusia yang lain gemar memintas langkah,
hutan dibakar diganti tanaman sesaat,
selama kesuburannya masih melekat,
setelah sudah,
ditinggalkannya bentang-bentang tanah yang telah sekarat.

Tak hanya memperkosa bumi,
mesin-mesin industri dipekerjakan dua puluh empat jam sehari,
memacu volume produk-pabrikan menggencarkan promosi,
orang-orang dirangsang membeli,
sementara tehnologi,
dan tenaga penggeraknya,
hasil rekayasa proses pembakaran minyak-bumi.

Akibat olah manusia yang sudah tanpa hikmat,
limbah dan pencemaran di tanah dan udara meningkat pesat,
dedaunan dari sisa pepohonan hutan tak lagi mampu mengikat,
efek rumah-kaca menjadi-jadi,
suhu permukaan bumi meninggi,
iklim dan musim kehilangan pola keteraturannya,
keras,
dan akan semakin ganas…..

Akhirnya,
bumi yang sebenarnya amat pemurah,
tak lagi mampu memberikan berkah selain dedah,
banyak lereng gunung dan perbukitan longsor mengubur membuat semuanya musnah,
banjir-bandang terjadi di banyak wilayah,
namun di saat yang sama di lain daerah,
dilanda kekeringan yang merekahkan tanah-tanah,
membuat cocok-tanam petani gagal tak berbuah,
namun manusia tetap saja tidak merasa bersalah,
selain terus mempertahankan anggapan,
bahwa semua ini kehendak ALLAH.

SIFAT ALAM PENYEBAB BENCANA KEDUA:
Memang ada sifat bumi yang menyebabkan bencana,
gempa tektonik,
juga gempa dan semburan material-material vulkanik,
namun manusia yang dibekali daya menalar,
tidak gemar mempelajarinya agar mampu menghindar,
masih saja mandeg pada anggapan,
bahwa itu terjadi atas kehendak TUHAN.

Andaikan,
manusia mau merubah anggapannya,
gemar menanyai peran dirinya,
tekun belajar dan menalar,
disertai pertobatan memperbaiki tabiat,
bencana yang pertama takkan terjadi,
dan terhadap bencana yang berasal dari sifat bumi,
yang memang akan terus terjadi,
manusia akan menemukan jalan untuk menghindari,
bahkan meraup berkah besar dari sifat bumi ini,
karena: gunung-gunung yang tinggi menyebabkan curah hujan,
mineral dari muntahan material vulkanik mendatangkan kesuburan,
juga sumber bahan untuk bangunan,
adapun gerakan tektonik karena pergeseran lempeng bumi,
sesungguhnya itu cara bumi bertahan,
agar dengan kelenturannya bumi tidak meledak.

Semua terpulang kepada manusia,
dalam memandang dan mensikapi,
apakah akan terus menuduh TUHAN,
bahwa DIA ada dan terlibat dalam setiap bencana.
Tidakkah diingat,
nabi Elia gagal mendapati ALLAH dalam keadaan yang dahsyat bergalau,
justru bertemu dengan-NYA dalam angin yang semilir sepoi-sepoi?

[celtic’73: 17-nov-2010]

Tidak ada komentar: