Senin, 06 Februari 2012

SENYUMAN MAUT


Anda masih ingat Amrozi? Amrozi adalah salah satu pelaku peledakan Bom di Kuta Bali tahun 2002 lalu. Bukan hanya kedasyatan bom yang diledakkannya saja yang mampu mengguncang dunia, tapi ‘senyum’ Amrozi juga memiliki kedasyatan luar biasa yang mampu mengoyak emosional orang yang melihatnya, bahkan Menteri Luar Negeri Australia, Alexander Downer pun dibuatnya geregetan dan muak. Juga ribuan warga Australia. Maklum, dari sekitar 180 korban bom Bali, yang 66 orang warga Australia

Senyum Amrozi yang mengembang ketika ia berjabat tangan dan berdialog dengan Kapolri Jenderal Da’i Bahtiar yang diliput puluhan wartawan dalam dan luar negeri, membuat hubungan diplomatik RI-Australia sempat memanas karenanya. Mereka yang berduka menganggap senyum yang ditebarkannya merupakan simbol penghinaan dan kepuasan sadis atas tewasnya orang lain. Peristiwa itu menjengkelkan dan menunjukkan hilangnya rasa penyesalan dan simpati Amrozy bagi mereka yang telah kehilangan kerabatnya. Selain itu, senyuman Amrozi disebut-sebut sebagai ekspresi kemunafikan, kekejaman, pembunuh berdarah dingin, schizopherenia, dan beragam sebutan lainnya.

Dialog tersebut sebenarnya bertujuan menghentikan spekulasi yang terjadi dikalangan DPR dan para pengamat yang menuding bahwa, Amrozi hanyalah kambing hitam semata. Namun, yang terjadi tidak seperti yang diduga sebelumnya, malahan Amrozi bertanya kepada Kapolri bagaimana polisi membuat sketsa yang mirip wajahnya.

Setelah dijelaskan, spontan Amrozi memuji, "pintar juga polisi kita." Dalam situasi seperti itu Kapolri tidak bisa menahan tawa karena memang hanya itulah reaksi yang bisa dilakukan. Seorang tersangka, anak desa yang hanya lulusan SD, memberi penilaian atas kinerja Polri.
Pers Australia menyebut tawa Kapolri dan senyum Amrozi sebagai penghinaan atas nyawa warga Australia yang tewas menjadi korban dalam peristiwa bom Bali. Demikian juga Menteri Luar Negeri Australia Alexander Downer mengatakan tidak pantas seorang Kapolri berdialog dengan seorang pembunuh sadis dan kemudian tertawa bersama.

Sewaktu mendengar palu ‘hukuman mati’ diketokkan, Amrozi malah justru melemparkan senyum lebar, entah disengaja atau tidak, dan kejadian ini menimbulkan kesan mengejek para pendakwanya. Oleh pers Barat, senyum ini diibaratkan sebagai senyuman 'maut' & 'sadis' penuh penghinaan kepada kaum 'kafir' yang menjadi korbannya.

Tidak ada yang menyangka bahwa peristiwa senyum dan jabat tangan tersebut akan menjadi tema perbincangan politik antara kedua negara. Sekiranya saja Amrozy dapat menahan diri untuk tidak tersenyum terus-menerus dan andaikan masyarakat Australia memahami makna senyuman dalam kultur Indonesia, khususnya budaya Jawa, maka benturan budaya itu tidak akan dipolitisasi sedemikian rupa.


Ternyata tidak semua senyuman berdampak baik bagi semua orang. Ada juga senyuman yang bisa membuat ketar-ketir dan gelisah.

Tidak ada komentar: