Anda masih ingat Amrozi? Amrozi adalah
salah satu pelaku peledakan Bom di Kuta Bali tahun 2002 lalu. Bukan hanya
kedasyatan bom yang diledakkannya saja yang mampu mengguncang dunia, tapi
‘senyum’ Amrozi juga memiliki kedasyatan luar biasa yang mampu mengoyak
emosional orang yang melihatnya, bahkan Menteri Luar Negeri Australia,
Alexander Downer pun dibuatnya geregetan dan muak. Juga ribuan warga Australia.
Maklum, dari sekitar 180 korban bom Bali, yang 66 orang warga Australia
Senyum Amrozi yang mengembang ketika ia berjabat tangan dan berdialog
dengan Kapolri Jenderal Da’i Bahtiar yang diliput puluhan wartawan dalam dan
luar negeri, membuat hubungan diplomatik RI-Australia sempat memanas karenanya.
Mereka yang berduka menganggap senyum yang ditebarkannya merupakan simbol
penghinaan dan kepuasan sadis atas tewasnya orang lain. Peristiwa itu
menjengkelkan dan menunjukkan hilangnya rasa penyesalan dan simpati Amrozy bagi
mereka yang telah kehilangan kerabatnya. Selain itu, senyuman Amrozi
disebut-sebut sebagai ekspresi kemunafikan, kekejaman, pembunuh berdarah
dingin, schizopherenia, dan beragam sebutan lainnya.
Dialog tersebut sebenarnya bertujuan menghentikan spekulasi yang terjadi
dikalangan DPR dan para pengamat yang menuding bahwa, Amrozi hanyalah kambing
hitam semata. Namun, yang terjadi tidak seperti yang diduga sebelumnya, malahan
Amrozi bertanya kepada Kapolri bagaimana polisi membuat sketsa yang mirip
wajahnya.
Setelah dijelaskan, spontan Amrozi memuji, "pintar juga polisi kita." Dalam situasi seperti itu
Kapolri tidak bisa menahan tawa karena memang hanya itulah reaksi yang bisa
dilakukan. Seorang tersangka, anak desa yang hanya lulusan SD, memberi
penilaian atas kinerja Polri.
Pers Australia menyebut tawa Kapolri dan senyum Amrozi
sebagai penghinaan atas nyawa warga Australia yang tewas menjadi korban dalam
peristiwa bom Bali. Demikian juga Menteri Luar Negeri Australia Alexander
Downer mengatakan tidak pantas seorang Kapolri berdialog dengan seorang
pembunuh sadis dan kemudian tertawa bersama.
Sewaktu mendengar palu ‘hukuman mati’ diketokkan, Amrozi
malah justru melemparkan senyum lebar, entah disengaja atau tidak, dan kejadian
ini menimbulkan kesan mengejek para pendakwanya. Oleh pers Barat, senyum ini
diibaratkan sebagai senyuman 'maut' & 'sadis' penuh penghinaan kepada kaum
'kafir' yang menjadi korbannya.
Tidak ada yang menyangka bahwa peristiwa senyum dan jabat tangan tersebut
akan menjadi tema perbincangan politik antara kedua negara. Sekiranya saja
Amrozy dapat menahan diri untuk tidak tersenyum terus-menerus dan andaikan masyarakat
Australia memahami makna senyuman dalam kultur Indonesia, khususnya budaya
Jawa, maka benturan budaya itu tidak akan dipolitisasi sedemikian rupa.
Ternyata tidak semua senyuman berdampak baik bagi semua orang. Ada juga senyuman yang bisa membuat ketar-ketir dan gelisah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar