Kamis, 04 Desember 2008

MENGUKUR KEBAHAGIAAN

Dampak krisis global pelan-pelan mulai terasa dalam kehidupan masyarakat akhir-akhir ini. Ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) sudah bergaung, hilangnya pupuk dipasaran adalah ancaman gagal panen bagi para petani. Penurunan harga BBM (premium) tidak bisa membantu, karena disisi lain harga sukucadang impor naik sebagai akibat melajunya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar. Kegelisahan terjadinya krisis ini nyaris melanda semua orang yang bisa kita temui sehari-hari. Lalu, kemanakah “kebahagiaan” kini berada?

Kebahagiaan seringkali diukur berdasarkan kekayaan yang dimiliki seseorang atau sebuah negara. Semakin kaya seseorang atau sebuah negara, maka akan dianggap “bahagia” hidupnya. Sebab mereka yang kaya tidak kekurangan, semuanya terpenuhi secara materi. Sebagian orang berpendapat bahwa, untuk menikmati kebahagiaan tidak selalu harus bergelimang harta, ada hal lain, misalnya: kepuasan berbuat baik bagi sesama pun bisa membuat bahagia.

Kebahagian memang sulit diukur, karena perbedaan cara memandang dan tujuannya. Ada sebuah lembaga konsultan di Inggris yang setiap tahun menerbitkan daftar peringkat negara paling bahagia di dunia. Sudah dua kali survei dilakukan, yakni: tahun 2006 dan 2007, dengan 178 negara yang di survei. Indikator yang dipergunakan adalah berdasarkan “sikap bahagia” yang ditunjukkan warga negaranya dan “kepeduliannya terhadap lingkungan”, dan indikator tersebut meliputi: kepuasan hidup, angka harapan hidup, dan peran serta mereka dalam pelestarian lingkungan.

Maka, janganlah heran mengapa negara-negara maju yang tergabung dalam kelompok G8, yang notabene tergolong negara kaya, dalam daftar survei ini harus puas berada diperingkat 66 kebawah.

Lembaga Survei NEF (New Economics Foundation) yang berkedudukan di London, mendapatkan fakta bahwa; tingginya angka konsumsi sebuah negara tidak diimbangi dengan tingginya angka kesejahteraan penduduknya.

Vanuatu dalam dua kali survei (2006 & 2007) mendapat peringkat tertinggi. Mengapa?

Vanuatu adalah negara kepulauan di Pasifik dengan jumlah penduduk 200.000 jiwa. Mereka bukanlah masyarakat yang tergolong konsumtif, kehidupan mereka sederhana, hanya tentang bagaimana berbuat baik kepada sesama. Tidak ada yang perlu mereka khawatirkan hidup di negara tersebut, kecuali gempa bumi dan badai topan.

Bagaimana dengan posisi Indonesia?

Posisi Indonesia di urutan 23, naik 8 poin di tahun 2007 (Tahun 2006 Ranking 31) cukup terhormat dibandingkan dengan Thailand (32), Malaysia (44), Brunei Darussalam (100) dan Singapura (131), walaupun sejumlah bencana alam menghantam negeri tercinta kita. Sedangkan Vietnam dan Philippina posisinya lebih baik, masing diurutan 12 dan 17.

Daftar peringkat tersebut menunjukkan keberhasilan sekaligus kegagalan suatu negara dalam “menyediakan kehidupan terbaik” dan “menjaga sumber daya alam” yang terbatas di wilayahnya bagi kemaslahatan penduduknya. Daftar ini berbeda dengan daftar negara-negara kaya, tapi semua negara bisa melakukan upaya yang terbaik.

Bila Anda tertarik dan ingin melihat hasil survei secara keseluruhan, silakan berkunjung ke situs :

Tidak ada komentar: