Siang tadi sebuah SMS dari saudara tua Pandhawa saya mendarat di HP saya, yang berkisah bahwa beliau telah menjadi korban praktik Manajemen SKD dan EGP.
Senyampang dengan isi sms tersebut, saya jadi teringat pada sebuah materi pelatihan yang pernah saya bawakan akhir Agustus lalu tentang PELAYANAN di sebuah outlet yang berdagang perhiasan emas. Setelah menyampaikan materi sekitar 2 jam, diakhir uraian, untuk membangun motivasi yang kuat dan mendasar, serta untuk membuktikan bahwa uraian yang baru saja saya sampaikan benar adanya, saya menimbang perlu untuk memberikan tugas pada para peserta. Tugas tersebut berupa PERCOBAAN untuk dilaksanakan esok harinya, lalu mengamatinya selama sepekan ke depan.
1. Dalam percobaan tersebut saya meminta mereka menyediakan tiga buah wadah yang masing-masing diisi dengan segenggam NASI, kemudian ketiga wadah tersebut ditempatkan sedemikian rupa agar tidak terlalu berdekatan satu sama lain.
2. Setiap wadah diberi nama, masing-masing: A, B dan C
3. Setiap karyawan, setiap pagi harus melakukan komunkasi kepada wadah-wadah tersebut dengan sapaan yang berbeda pada setiap wadahnya:
a. Pada wadah “A”, mereka harus menyapanya dengan kata-kata sebagai berikut:
· Selamat Pagi “A”
· Kamu cantik deh
· Baik, sabar dan selalu tersenyum
· Aku senang melihatmu
· Aku ingin kamu selalu didekatku
· I Love You
· Terima kasih ya!
b. Pada wadah “B”, mereka wajib menyapa dan mengekspresikan sesuai makna kata-kata seperti:
· Kamu bodoh
· Goblok
· Jelek
· Cerewat
· Pemarah
· Tidak sabaran
· Aku benci melihatmu
· Aku sebel jika didekatku
· Emang Gue Pikirin
c. Sedangkan pada wadah “C”, para karyawan tidak perlu melakukan apa-apa, alias dibiarkan saja.
4. Sepekan kemudian, mereka mengamati apa yang terjadi terhadap Nasi pada ketiga wadah tersebut dan inilah catatan pengamatan mereka:
A | B | C |
Berair | Berair | Berwarna Hitam |
Lembek | Berjamur Lebih Banyak | Banyak Jamur |
Warna Kekuning-kuningan | Menggumpal | Menggumpal |
Berjamur Sedikit | Bau Busuk | Bau Busuknya Menyengat |
Baunya Seperti Tape | | |
5. KESIMPULAN
Energi yang kita pancarkan dari diri kita terhadap suatu obyek akan mempunyai dampak sesuai energi yang kita kirimkan, baik energi positif maupun negatif.
Ada sebuah pertanyaan menarik muncul dalam percobaan tersebut, demikian isinya:”Saya heran, koq bisa benda yang sama jadinya beda. Padahal nasi kan tidak bisa berpikir atau berperasaan seperti manusia. Mengapa koq bisa begitu? Dan apa nasinya bisa mendengar, Pak?”
Nasi (padi) adalah makhluk hidup sama seperti kita. Sebagai contoh, masyarakat Bali --mungkin di tempat lain juga-- mempercayai hal itu, sehingga mereka perlu melakukan upacara yang disebut BIYUKUKUNG, yakni: upacara yang dilakukan saat padi “hamil”. Nah, loh! Anda pasti tertawa geli ‘kan?! He he he . . .
Sebuah wujud Maha Karya yang luar biasa yang (barangkali) tidak pernah terlintas dipikiran dan perenungan kita. Biyukukung mengingatkan akan hal itu, bahwa PADI pun HAMIL; hasil persetubuhan antara matahari dan air, yang benihnya bersemayam dalam rahim tanah, dan tumbuh sebagai janin padi.
Proses menjadi Padi melalui 27 tahapan upacara, dan upacara Biyukukung adalah satu bagian doa para petani di Bali yang ditujukan kepada Bhatara Surya untuk mohon restu dan perlindungan bagi kehidupan jabang padi yang ada di rahim tanah.
Barangkali selama ini kita tidak pernah peduli dengan eksistensi NASI (padi), kita hanya memperlakukannya sebagai satu bagian alat untuk menopang kehidupan kita, sehingga kita selalu memaknai Nasi sebagai benda mati yang tidak pernah mendengar dan berperasaan. Menurut saya, mohon maaf, Anda salah! Sebab Nasi ternyata mempunyai ROH, sebagaimana dibuktikan dalam percobaan sederhana tersebut diatas.
Manusia yang sudah pasti memiliki Roh; pikiran dan perasaan (emosi), haruslah DIPERLAKUKAN YANG BAIK sesuai kemampuan kita dalam melayani. Karena, manusia lebih mampu mengekspresikan sikap dan tindakannya secara langsung (realtime), sebagai akibat dari sikap/tindakan relasinya yang dirasakannya dibandingkan dengan makhluk lain (hewan, tumbuhan dan alam).
Marilah kita berikan Roh Pelayanan terbaik dalam hidup ini bagi sesama manusia dan semua makhluk hidup serta alam raya. Lebih-lebih, Anda yang sedang beraktivitas dalam bisnis (pelayanan publik), yang nyata-nyata mengharapkan PAMRIH.
Janganlah sekali-kali menerapkan manajemen SKD (Jawa: Sak Karepe Dhewe) alias “SEMAU GUE”, apalagi mempraktikkan manajemen EGP (Emang Gue Pikirin), Jika Anda tidak mengharapkan kehilangan relasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar